Hari Kartini 21 April 2021, Profil dan Biografi RA Kartini Singkat, Berikut Kisah Lengkap Pahlawan Emansipasi Wanita
Profil dan Biografi RA Kartini
Tokoh wanita satu ini sangat terkenal di Indonesia. Dialah Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau dikenal sebagai R.A Kartini. Beliau sangat dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional yang dikenal gigih sebagai pejuang emansipasi wanita indonesia ketika ia hidup.
Biodata RA Kartini
Nama Lengkap Raden
Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat
Dikenal R.A Kartini
Lahir : Jepara,
Jawa Tengah, 21 April 1879
Wafat :Rembang,
Jawa Tengah, 17 September 1904
Agama : Islam
Orang Tua : Raden
Mas Adipati Ario Sosroningrat (Ayah), M.A. Ngasirah (Ibu)
Saudara : R.M
Slamet Sosroningrat, P.A Sosrobusono, R.A Soelastri, Drs. R.M.P
Sosrokartono, R.A Roekmini, R.A Kardinah, R.A Kartinah, R.M Muljono, R.A
Soematri, R.M Rawito
Suami : K.R.M. Adipati
Ario Singgih Djojo Adhiningrat
Anak : Soesalit
Djojoadhiningrat
Buku : Habis
Gelap Terbitlah Terang
Gelar : Pahlawan
Nasional
Biografi RA Kartini Singkat
Masa Kecil Kartini
RA Kartini lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di Kota Jepara. Nama lengkap Kartini adalah Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat. Mengenai sejarah RA Kartini dan kisah hidup Kartini, ia lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan oleh sebab itu ia memperoleh gelar R.A (Raden Ajeng) di depan namanya.
Gelar itu sendiri (Raden Ajeng) dipergunakan oleh Kartini
sebelum ia menikah, jika sudah menikah maka gelar kebangsawanan yang
dipergunakan adalah R.A (Raden Ayu) menurut tradisi Jawa.
Ayahnya bernama R.M. Sosroningrat, putra dari Pangeran
Ario Tjondronegoro IV, seorang bangsawan yang menjabat sebagai bupati jepara.
Beliau ini merupakan kakek dari RA Kartini. Ayahnya R.M. Sosroningrat merupakan
orang yang terpandang sebab posisinya kala itu sebagai bupati Jepara
Ibu kartini yang bernama M.A. Ngasirah, beliau ini
merupakan anak seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara. Menurut
sejarah, Kartini merupakan keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono VI. Bahkan
ada yang mengatakan bahwa silsilah RA Kartini berasal dari kerajaan Majapahit
dilihat dari keturunan ayahnya.
M.A. Ngasirah sendiri bukan keturunan bangsawan,
melainkan hanya rakyat biasa saja. Oleh karena itu peraturan kolonial Belanda
ketika itu mengharuskan seorang Bupati harus menikah dengan bangsawan juga.
Hingga akhirnya ayah Kartini kemudian mempersunting
seorang wanita bernama Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan
keturunan langsung dari Raja Madura ketika itu.
RA Kartini diketahui ia memiliki saudara berjumlah 10
orang yang terdiri dari saudara kandung dan saudara tiri. Ia sendiri merupakan
anak kelima, namun ia merupakan anak perempuan tertua dari 11 bersaudara.
Pendidikan RA Kartini
Mengenai riwayat pendidikan RA Kartini, Ayahnya
menyekolahkan anaknya di ELS (Europese Lagere School).
Disinilah ia kemudian belajar Bahasa Belanda dan
bersekolah disana hingga ia berusia 12 tahun. Sebab ketika itu menurut
kebiasaan ketika itu, anak perempuan harus tinggal dirumah untuk ‘dipingit’.
Pemikiran RA Kartini Tentang Emansipasi Wanita
Meskipun berada di rumah, Ia aktif dalam melakukan
korespondensi atau surat-menyurat dengan temannya yang berada di Belanda. Sebab
beliau juga fasih dalam berbahasa Belanda.
Dari sinilah kemudian, Ia mulai tertarik dengan pola
pikir perempuan Eropa yang ia baca dari surat kabar, majalah serta buku-buku
yang ia baca.
Hingga kemudian ia mulai berpikir untuk berusaha
memajukan perempuan pribumi. Dalam pikirannya kedudukan wanita pribumi masih
tertinggal jauh atau memiliki status sosial yang cukup rendah kala itu.
RA Kartini banyak membaca surat kabar atau
majalah-majalah kebudayaan eropa yang menjadi langganannya yang berbahasa
belanda.
Di usiannya yang ke 20, ia bahkan banyak membaca
buku-buku karya Louis Coperus yang berjudul De Stille Kraacht, karya Van Eeden,
Augusta de Witt.
…Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu – R.A Kartini.”
Ia juga membaca berbagai roman-roman beraliran feminis
yang kesemuanya berbahasa belanda. Selain itu ia juga membaca buku karya
Multatuli yang berjudul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta.
Ketertarikannya dalam membaca kemudian membuat beliau
memiliki pengetahuan yang cukup luas soal ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Pemikiran RA Kartini memberi perhatian khusus pada masalah emansipasi wanita
melihat perbandingan antara wanita eropa dan wanita pribumi.
Selain itu ia juga menaruh perhatian pada masalah sosial
yang terjadi menurutnya, seorang wanita perlu memperoleh persamaan, kebebasan,
otonomi serta kesetaraan hukum.
Surat-surat yang kartini tulis lebih banyak berupa
keluhan-keluhan mengenai kondisi wanita pribumi. Ia melihat contoh kebudayaan
jawa yang ketika itu lebih banyak menghambat kemajuan dari perempuan pribumi
ketika itu.
Ia juga mengungkapkan dalam tulisannya bahwa ada banyak
kendala yang dihadapi perempuan pribumi khususnya di Jawa agar bisa lebih maju.
Ia menuliskan penderitaan perempuan di jawa seperti harus
dipingit. Tidak bebas dalam menuntuk ilmu atau belajar, serta adanya adat yang
mengekang kebebasan perempuan.
Cita-cita luhur RA Kartini adalah ia ingin melihat
perempuan pribumi dapat menuntut ilmu dan belajar seperti sekarang ini.
Gagasan-gagasan baru mengenai emansipasi atau persamaan hak wanita pribumi. Itu
dianggap sebagai hal baru yang dapat merubah pandangan masyarakat.
Selain itu, tulisan-tulisan Kartini juga berisi tentang
yaitu makna Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan, peri kemanusiaan dan juga
Nasionalisme. Inilah yang menjadi keistimewaaan RA Kartini.
Kartini juga menyinggung tentang agama, misalnya ia
mempertanyakan mengapa laki-laki dapat berpoligami. Dan mengapa mengapa kitab
suci itu harus dibaca dan dihafal tanpa perlu kewajiban untuk memahaminya.
Teman wanita Belanda nya Rosa Abendanon, dan Estelle
“Stella” Zeehandelaar juga mendukung pemikiran-pemikiran yang diungkapkan oleh
RA Kartini.
Sejarah mengatakan bahwa Kartini diizinkan oleh ayahnya
untuk menjadi seorang guru sesuai dengan cita-cita. Namun ia dilarang untuk
melanjutkan studinya untuk belajar di Batavia ataupun ke Negeri Belanda.
Hingga pada akhirnya, ia tidak dapat melanjutanya
cita-citanya baik belajar menjadi guru di Batavia. Ataupun juga kuliah di
negeri Belanda. Meskipun ketika itu ia menerima beasiswa untuk belajar kesana.
Pernikahan RA Kartini
Pada tahun 1903 pada saat RA Kartini berusia sekitar 24
tahun, ia dinikahkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang
merupakan seorang bangsawan dan juga bupati di Rembang yang telah memiliki tiga
orang istri.
Meskipun begitu, suami RA Kartini ykni K.R.M. Adipati
Ario Singgih Djojo Adhiningrat memahami apa yang menjadi keinginan istrinya
itu.
Sehingga ia kemudian diberi kebebasan untuk mendirikan
sekolah wanita pertama. Sekolah itu berdiri di sebelah kantor pemerintahan
Kabupaten Rembang yang kemudian sekarang dikenal sebagai Gedung Pramuka.
RA Kartini diketahui menikah dengan K.R.M. Adipati Ario
Singgih Djojo Adhiningrat. Anak RA Kartini kemudian lahir dan diberi nama
Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904.
Namun miris, beberapa hari kemudian setelah melahirkan
anaknya yang pertama, RA Kartini kemudian wafat pada tanggal 17 September
1904. Di usianya yang masih sangat muda yaitu 24 tahun. Beliau kemudian
dikebumikan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.
Berkat perjuangannya kemudian pada tahun 1912, berdirilah
Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang kemudian meluas ke Surabaya,
Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon serta daerah lainnya.
Sekolah tersebut kemudian diberi nama “Sekolah Kartini”
untuk menghormati jasa RA Kartini. Yayasan tersebut milik keluarga Van
Deventer, seorang tokoh Politik Etis di era kolonial Belanda.
"Buku ‘Habis Gelap Terbitlah Terang"
Sepeninggal RA Kartini, kemudian seorang pria belanda bernama
J.H. Abendanon yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan
Kerajinan Hindia Belanda.
Ia mulai mengumpulkan surat-surat yang pernah ditulis
oleh RA Kartini ketika ia aktif melakukan korespondensi dengan teman-temannya
yang berada di Eropa ketika itu.
Dari situ kemudian disusunlah buku yang awalnya berjudul
‘Door Duisternis tot Licht‘ yang kemudian diterjemahkan dengan judul Dari
Kegelapan Menuju Cahaya yang terbit pada tahun 1911.
Buku tersebut dicetak sebanyak lima kali, dan pada
cetakan kelima terdapat surat-surat yang ditulis oleh Kartini.
Pemikiran-pemikiran yang diungkapkan olehnya kemudian banyak menarik perhatian
masyarakat ketika itu terutama kaum Belanda. Karena yang menulis surat-surat
tersebut adalah wanita pribumi.
Pemikirannya banyak mengubah pola pikir masyarakat
belanda terhadap wanita pribumi ketika itu. Tulisan-tulisannya juga menjadi
inspirasi bagi para tokoh-tokoh Indonesia kala itu seperti W.R Soepratman.
Beliau kemudian menbuat lagu yang berjudul ‘Ibu Kita Kartini‘. Inilah yang
menjadi salah satu prestasi dari RA Kartini.
Atas jasa RA Kartini , Presiden Soekarno sendiri
kala itu mengeluarkan instruksi berupa Keputusan Presiden Republik Indonesia
No.108 Tahun 1964, pada tanggal 2 Mei 1964.
Keputusan itu menetapkan RA Kartini sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional. Soekarno juga menetapkan hari lahir Kartini pada tanggal
21 April, diperingati sebagai Hari Kartini sampai sekarang ini.
Perdebatan Surat-Surat Yang Ditulis Oleh Kartini.
Banyak perdebatan serta kontrovesi mengenai surat-surat
yang ditulis oleh Kartini, sebab hingga saat ini sebagian besar naskah
asli surat Kartini tak diketahui keberadaannya.
Jejak keturunan J.H. Abendanon pun sulit untuk dilacak
oleh Pemerintah Belanda. Banyak kalangan yang meragukan kebenaran dari
surat-surat Kartini.
Ada yang menduga bahwa J.H. Abendanon, melakukan rekayasa
surat-surat Kartini. Kecurigaan ini didasarkan pada buku Kartini yang terbit
saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda
ketika itu.
J.H Abendanon sendiri termasuk yang memiliki kepentingan
dan mendukung pelaksanaan politik etis dan kala itu ia juga menjabat sebagai
Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda ketika itu.
Selain itu penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai
hari besar juga banyak diperdebatkan. Pihak yang tidak begitu menyetujui,
mengusulkan agar tidak hanya merayakan Hari Kartini saja, namun merayakannya
bersama dengan hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember.
Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih, sebab masih
ada pahlawan wanita lain yang tidak kalah hebat perjuangannya dengan Kartini
seperti Dewi Sartika, Cut Nyak Dhien, Martha Christina Tiahahu, dan lain-lain.
Menurut sebagian kalangan, wilayah perjuangan Kartini itu
hanya di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah mengangkat senjata
melawan penjajah kolonial.
Keturunan RA Kartini
Seperti diketahui sebelum wafat RA Kartini mempunyai
seorang anak bernama R.M Soesalit Djojoadhiningrat hasil pernikahannya dengan
K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.
Anak Kartini yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat
sempat menjabat sebagai Mayor Jenderal pada masa kependudukan Jepang.
Ia kemudian mempunyai anak bernama RM. Boedi Setiyo
Soesalit (cucu RA Kartini) yang kemudian menikah dengan seorang wanita bernama
Ray. Sri Biatini Boedi Setio Soesalit.
Dari hasil pernikahannya tersebut, beliau mempunyai lima
orang anak bernama (Cicit RA Kartini) yang masing-masing bernama RA. Kartini
Setiawati Soesalit, kemudian RM. Kartono Boediman Soesalit, RA Roekmini
Soesalit, RM. Samingoen Bawadiman Soesalit, dan RM. Rahmat Harjanto Soesalit.
Film Kartini
Kisah dari perjuangan dari RA Kartini sudah pernah
diangkat ke layar lebar. Tercatat sudah ada tiga film yang mengangkat mengenai
biografi RA Kartini seperti film berjudul RA Kartini yang dibuat pada tahun
1984. Film itu menceritakan kartini memperjuangkan emansipasi kaum wanita pada
masanya.
Kemudian ada juga film yang berjudul Surat Cinta Kartini
yang dibuat pada tahun 2016 dan yang terbaru berjudul Kartini sebuah film
dirilis pada bulan april 2017 yang mengisahkan sosoknya. Film ini disutradarai
oleh Hanung Bramantyo dan sosok kartini diperankan oleh Dian Sastrowardoyo.
Buku-Buku RA Kartini
Habis Gelap Terbitlah Terang
Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya
Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904
Panggil Aku Kartini Saja (Karya Pramoedya Ananta Toer)
Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan
suaminya
Aku Mau … Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini
kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903