NEWS UPDATE :  

Artikel

FENOMENA KEGENITAN BERBAHASA MERAJAI, LALU BAGAIMANA NASIB BAHASA INDONESIA??




FENOMENA KEGENITAN BERBAHASA MERAJAI, LALU BAGAIMANA NASIB BAHASA INDONESIA??
Oleh: Sugeng Riyadi, S.S. (Guru Mapel Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Patimuan)


“Hai bestie! Lagi ngapain?”
Akhir-akhir ini, acapkali kalimat tersebut kita dengar. Apalagi di kalangan anak-anak muda tentu sudah tidak asing lagi. Sekilas, memang tampak asyik jika kita menggunakan bahasa tersebut. Selain menambah kesan gaul, dalam beberapa kesempatan yang nonformal akan menambah rasa kedekatan kita dengan mitra tutur. Lalu bagaimana jika dilihat dari sudut pandang penggunaan bahasa, khususnya dalam merawat dan mempertahankan bahasa Indonesia?
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kajian tentang bahasa memang acapkali menjadi bahasan yang seru dan menimbulkan polemik antar penutur. Meskipun bahasa memiliki sifat arbitrer (mana suka) yang berarti seorang penutur sa-sah saja jika menggunakan bahasa apapun selama komunikasi dengan mitra tuturnya lancar, namun jika dilihat dari sudut pandang yang lain khususnya eksistensi bahasa Indonesia, maka hal ini turut menjadi hal yang patut kita perhatikan dan pertimbangkan. Ahmad Sahidah dalam bukunya yang berjudul ‘Kata yang Rapuh’ mengatakan bahwa kegiatan mencampur adukkan penggunaan bahasa asing-Indonesia disebutnya sebuah “kegenitan” dalam berbahasa atau bercengkerama. Dalam bukunya tersebut, ia juga mengajak para pembaca untuk meminimalisasi penggunaan campur aduk bahasa asing-Indonesia.
Jika kita menilik kembali tentang sejarah bangsa Indonesia, pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda Indonesia berikrar dan disebutnya sebagai Sumpah Pemuda. Sampai saat ini, peristiwa tersebut kita peringati setiap tanggal 28 Oktober. Ikrar tersebut berisikan 3 poin. Salah satu poinnya menyinggung tentang bahasa, yaitu di poin terakhir yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Maka, dari sumpah pemuda tersebut dapat kita simpulkan bahwa betapa luar biasanya rasa bangga dan nasionalisme pemuda-pemuda saat itu yang ditunjukkan dengan memasukkan bahasa Indonesia menjadi salah satu isi dari ikrarnya. Selain itu, dapat disimpulkan pula betapa sakral dan urgennya bahasa Indonesia yang menjadi salah satu identitas bangsa Indonesia tersebut. Lantas apakah kita pelan-pelan mau meninggalkannya padahal bangsa asing saat ini justru tertarik untuk belajar bahasa Indonesia? Sebuah pertanyaan yang patut kita renungkan.
 
Bahasa Indonesia merupakan salah satu aset bangsa yang perlu kita junjung, rawat, dan lestarikan. Di tengah-tengah fenomena campur aduk bahasa asing-bahasa Indonesia, justru bahasa Indonesia saat ini makin diminati warga asing. Bahkan warga asing berbondong-bondong belajar bahasa Indonesia dan budaya Indonesia melalui program BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) yang digulirkan pemerintah dalam rangka menyebarluaskan bahasa Indonesia, budaya Indonesia, dan berbagai informasi tentang Indonesia di kancah Internasional. Nah, jangan sampai tujuan mulia tersebut justru menjadi bumerang bagi kita sendiri, bangsa Indonesia. Sudah saatnya kita berbenah dan bangga menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam kegiatan formal maupun nonformal. Kalau bukan kita, lalu siapa lagi yang merawatnya? Selagi disampaikan dengan bahasa yang baik, santun, ditambah dengan mimik dan gestur yang baik, tentu kerenyahan dan kehangatan dalam berkomunikasi tetap kita dapatkan. Sudah saatnya pula kita kembali ke slogan “Utamakan bahasa Indonesia, kuasai bahasa asing, dan lestarikan bahasa daerah”. Jangan sampai tertukar. Bahasa asing hanya sebatas kita kuasai, bukan untuk kita utamakan. Sebab bahasa Indonesia harus menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.
 
 
 
 
 
Link artikel yang diunggah di academia.edu

Judul: Fenomena “Kegenitan” Berbahasa Merajai, Lalu Bagaimana Nasib Bahasa Indonesia?? https://www.academia.edu/92285588/FENOMENA_KEGENITAN_BERBAHASA_MERAJAI


SELAMAT DATANG DI WEBSITE SEKOLAH SMA NEGERI 1 PATIMUAN